Pengikut

Sabtu, 27 November 2010

Pengenalan Burung Air dan Habitat



© Burung Indonesia/William M. Rombang
Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan makin gencar melangsungkan penyadartahuan tentang akan nilai penting dari kelestarian lingkungan dan sumber daya alam (SDA). Meningkatnya kepedulian ini terutama dipicu oleh isu  pemanasan global dan perubahan iklim.
Salah satu kegiatan penyadartahuan masyarakat dilakukan oleh Divisi Konservasi Burung – Unit Konservasi Fauna Institut Pertanian Bogor (UKF IPB) pada pertengahan Mei lalu dengan tema “Study and Sharing with Conservation. UKF IPB merupakan organisasi kemahasiswaan IPB bidang khusus yang berupaya untuk turut berperan aktif dalam upaya pelestarian satwa liar di Indonesia. Anggotanya merupakan mahasiswa dari seluruh fakultas di IPB. Pemateri dalam kegiatan ini adalah Ferry Hasudungan dan Yus Rusila Noor dari Wetlands International (WI) dan Iwan Londo dari Wildlife Conservation Society – Indonesian Program (WCS-IP).
Ruang Pinus dengan daya tampung kurang lebih 100 orang terisi hampir tiga perempatnya, tercatat 63 orang peserta menghadiri kuliah umum ini. Peserta terdiri dari mahasiswa IPB, mahasiswa Biologi UNAS yang tergabung dalam ZSL, KPB Nycticorax UNJ, LSM IAR-Indonesia, Pecuk ITS, dan Sarang Burung Surabaya.
Dalam kegiatan ini Ferry Hasudungan berusaha menjelaskan kembali definisi burung air. “Berdasarkan Konvensi Ramsar, burung air merupakan burung yang secara ekologis kehidupannya bergantung kepada keberadaan lahan basah. Sedangkan lahan basah adalah daerah payau, tanah gambut, bersifat alami atau buatan, tetap atau sementara, tergenang atau mengalir, tawar, agak asin ataupun asin” katanya.
Saat ini Indonesia memiliki ± 184 jenis burung air yang hidup di empat habitat yaitu hamparan pasang surut, lahan basah buatan, mangrove dan rawa rumput. Burung air akan mencari makan pada saat surut dan beristirahat saat pasang. “Perbedaan burung air payau, air tawar, dan air laut adalah lebih terhadap jenis makanannya, kedalaman airnya, dan tidak tergantung pada salinitas,” tambah Ferry.
Sementara itu, Yus Rusila menambahkan pengetahun tentang ciri khas burung air, yakni dari pola berbiak dan adaptasi morfologinya. Terdapat satu jenis burung air yang berbagi tugas saat sedang bermigrasi. Setelah induk betina bertelur, sang induk akan meninggalkan telurnya untuk dierami oleh induk jantan sedangkan induk betina melanjutkan perjalanan migrasi kembali. Saat telur-telur menetas, induk jantan akan langsung meninggalkan anaknya untuk melanjutkan perjalanan migrasi” kata Yus.
Dalam mencari makan, burung air terbagi menjadi dua tipe yaitu burung air yang mencari makan di permukaan tanah dan burung air yang mencari makan di dalam tanah. Burung air yang mencari makan di permukaan tanah memiliki paruh yang pendek dengan mata yang besar. Sedangkan, burung air yang mencari makan di dalam tanah memiliki paruh yang panjang dengan mata yang kecil. “ Mata yang besar pada burung air yang mencari makan di permukaan tanah digunakan untuk berjaga-jaga terhadap satwa pemangsa dan untuk mencari makanan. Sedangkan, paruh yang panjang memiliki indera pengecap yang sensitif untuk mendeteksi satwa mangsa,” kata Yus.
Burung air dikelompokkan menjadi dua, yaitu burung migran dan burung penetap. Burung migran tidak akan berbiak di daerah migrannya (misalkan Indonesia), sedangkan burung penetap akan berbiak pada tempat ia mencari makan dan menetap dan memiliki tanda jika ia sedang dalam keadaan berbiak yaitu warna bulu yang berubah menjadi lebih mencolok. Jalur migrasi burung terbagi menjadi delapan yaitu Pacific Americas, Missisippi Americas, Atlantic Americas, East Atlantic, Black sea/Mediterranean, West Asia/Africa, Central Asia dan East Asia/Australasia. Indonesia termasuk ke dalam jalur East Asia/Australasia.
Burung migran bermigrasi dari arah utara ke selatan. Untuk dapat melihat burung migran kita harus mengetahui siklus migrasi seperti yang tersaji pada gambar 1 di bawah ini:
Sesi kedua merupakan kegiatan sharing dengan Iwan Londo dari WCS-IP yang telah berpengalaman dalam pengamatan burung air dan penandaan (tagging) burung air di Sumatera. Kegiatan tagging merupakan kegiatan untuk mengetahui asal burung migran berdasarkan cincin ataupun bendera yang terdapat pada kaki burung tersebut.
”Saat ini penggunaan bendera untuk tagging lebih sering digunakan daripada cincin. Alasannya adalah apabila memakaikan cincin pada burung maka cincin tersebut harus cocok dengan ukuran kaki sehingga tidak mengganggu saat terbang ataupun mencari makan. Selain itu, sulit untuk mengidentifikasi asal burung karena burung tersebut harus ditangkap terlebih dahulu. Sedangkan, penggunaan bendera lebih efektif karena tidak perlu ditangkap terlebih dahulu dan telah ada warna tersendiri untuk tiap tempat atau negara.” kata Iwan. Saat ini, penandaan dengan bendera di Indonesia telah disepakati dengan dua warna, misalnya untuk Sumatera benderanya berwarna oranye-hitam sedangkan daerah Jawa berwarna hitam-oranye seperti pada gambar 2 di bawah ini.
Bendera yang terpasang biasanya selalu dicek ketika burung tertangkap kembali kemudian dicocokkan dengan data list yang terdapat di pusat data penandaan di Australia. Warna pada bendera akan luntur dalam waktu 5 tahun. Apabila terjadi hal tersebut maka yang berhak mengganti bendera pada burung tersebut adalah orang yang menandainya. Menurut Yus, berat bendera  kurang dari 5 persen dari berat tubuh burung.
Orang yang akan menandai burung air harus memiliki izin terlebih dahulu. Izin ini ada tiga macam yakni SIM A, SIM B, dan SIM C. SIM A diperbolehkan melakukan penandaan sendiri, SIM B diperbolehkan melakukan penandaan dalam kegiatan yang dipimpin oleh orang yang memiliki SIM A, dan SIM C diperbolehkan melakukan penandaan tetapi tidak boleh melakukan kegiatan sendiri dan harus dipimpin oleh orang yang memiliki SIM A dan B.
”Sampai saat ini perhatian terhadap pelestarian burung terestrial lebih besar dibandingkan dengan pelestarian burung air. Butuh perhatian dari berbagai pihak, salah satunya adalah mahasiswa. Akan tetapi mahasiswa saat ini sangat jarang diberikan kesempatan oleh universitas untuk melakukan magang atau kegiatan-kegiatan lapang.” kata Iwan sesaat sebelum menutup sesi diskusi. Diakuinya pelestarian burung air sangat penting karena beberapa faktor antara lain konservasi keanekaragaman hayati, jaring-jaring kehidupan, sumberdaya internasional, faktor-faktor etis dan kesenangan pribadi * (Eko Prasetio Ramadhan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar