Bunga Bangkai (rafflesia arnoldi)
Ditemukan oleh rombongan Sir Stamfort
(gubernur East Indi Company di Sumatera dan Jawa) dan Dr. Joseph
Arnord, seorang naturalis yang mengadakan ekspedisi di Bengkulu pada
tanggal 20 Mei 1818. Kedua nama tersebut diabadikan menjadi nama latin
bungan ini oleh Robert Brown.
Indonesia dilimpahi dengan kekayaan
hayati yang tiada taranya. Hutan yang terbentang di belasan ribu pulau
mengandung berbagai jenis flora dan fauna, yang kadang tidak dapat
dijumpai di bagian bumi lainnya dan merupakan salah satu negara Mega
Biodiversity (kekayaan akan keanekaragaman hayati ekosistem, sumberdaya
genetika, dan spesies yang sangat berlimpah). Tidak kurang dari 47
jenis ekosistem alam yang khas sampai jumlah spesies tumbuhan berbunga
yang sudah diketahui, sebanyak 11 % atau sekitar 30.000 jenis dari
seluruh tumbuhan berbunga di dunia. Sayangnya, banyak jenis tumbuhan
tertentu, mengalami kepunahan.
Sampai saat ini, Pusat Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Bogor-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
serta tiga cabangnya (Kebun Raya Cibodas,Purwodadi, dan Bedugul Bali)
baru mengoleksi 20 % total jenis tumbuhan yang ada di Indonesia.
Koleksi anggrek kurang dari 5 % yang ada di Kawasan Timur Indonesia.
Untuk jenis durian saja, Indonesia memiliki puluhan jenis, talas ada
700-an jenis, yang semuanya sangat potensial untuk dikembangkan.
Menurut data base yang ada, terdapat 2 juta spesies tumbuhan di dunia
dan 60%nya ada di Indonesia. Pemerintah kini terus berupaya untuk
menyelamatkan berbagai kekayaan Sumbar Daya Alam berupa tumbuhan langka
yang bermanfaat bagi manusia melalui usaha memperbanyak kebun raya,
taman nasional, cagar alam dan daerah-daerah konservasi di seluruh
Indonesia.
Tidak bisa dibayangkan banyaknya jenis
tumbuh-tumbuhan atau flora di dunia ini. Sampai saat inipun banyak
kalangan ilmuwan yang berpendapat bahwa belum semua jenis flora yang
ada di bumi telah dikenali.
Seperti halnya hewan, jenis-jenis flora
sangat ditentukan oleh lingkungan spesifiknya yang disebut juga sebagai
habitat. Dengan bantuan manusia, beberapa diantara tumbuh-tumbuhan ini
tersebar luas ke berbagai belahan bumi, sehingga ada jenis yang bisa
ditemui di banyak negara, dan adapula yang hanya dapat ditemui di
habitat asalnya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi telah menghancurkan banyak habitat-habitat tumbuhan yang menyebabkan punahnya jenis-jenis tumbuhan tertentu, sehingga turut mempengaruhi kehidupan hewan dan penduduk yang tinggal diatasnya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi telah menghancurkan banyak habitat-habitat tumbuhan yang menyebabkan punahnya jenis-jenis tumbuhan tertentu, sehingga turut mempengaruhi kehidupan hewan dan penduduk yang tinggal diatasnya.
Anggrek Pensil (Vanda Hookeriana)
Angger pensil (Vanda hookeriana) asal
Sumatra adalah jenis anggrek yang langka. Anggrek yang banyak diminati
para pencinta bunga itu hidup menumpang pada bunga bakung (Crinum
asiaticum). Langkanya anggrek ini, dikarenakan habitat anggrek yang ada
di Cagar Alam Dusun Besar (CADB), Bengkulu sudah rusak oleh tangan
manusia. Kerusakan tersebut juga menyebabkan bunga bakung mati.
Untuk mencegah kepunahan anggrek
pensil, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu telah
mencoba mengembangbiakkan anggrek ini. Uji coba pengembangbiakan
anggrek langka itu di Danau Dendam Tak Sudah (DDTS), Bengkulu. Pada
Februari 2005 ditanam sebanyak 20 batang, dan April 2006 sebanyak 7
batang. Ternyata anggrek tersebut dapat tumbuh subur di DDTS.
Pada bulan Juni ini BKSDA akan menanam
kembali 20 batang anggrek hasil penangkaran yang dilakukan oleh BKSDA.
Demikian dikatakan Kepala BKSDA Bengkulu, Yohanes Sudarto, Rabu (6/6).
Anggrek pensil memiliki keindahan yang khas. Kesegaran bunga ini dapat mencapai 22 hari. Pada tahun 1882 anggrek ini dinobatkan sebagai “Ratu Anggrek” dan mendapat hadiah “First Class Certificate” dari pemerintah Inggris.
Kata sulitHabitat: tempat tinggal khas untuk hewan dan tumbuhan.Penangkaran: usaha pengembangbiakan hewan atau tumbuhan.
Anggrek pensil memiliki keindahan yang khas. Kesegaran bunga ini dapat mencapai 22 hari. Pada tahun 1882 anggrek ini dinobatkan sebagai “Ratu Anggrek” dan mendapat hadiah “First Class Certificate” dari pemerintah Inggris.
Kata sulitHabitat: tempat tinggal khas untuk hewan dan tumbuhan.Penangkaran: usaha pengembangbiakan hewan atau tumbuhan.
Bunga Edelweis Anaphalis Javanica
Edelweis Anaphalis Javanica adalah
tumbuhan gunung yang terkenal, tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8
m dan memiliki batang sebesar kaki manusia, tetapi tumbuhan yang cantik
ini sekarang sangat langka.
Edelweis merupakan tumbuhan pelopor
bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena mampu membentuk
mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif memperluas
kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi
dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya sangat disukai oleh serangga,
lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat,
tabuhan dan lebah terlihat mengunjunginya.
Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya
dibiarkan tumbuh cukup kokoh, edelweis dapat menjadi tempat bersarang
bagi burung tiung batu licik Myophonus glaucinus. Bagian-bagian
edelweis sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk
alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekedar kenang-kenangan oleh
para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636
batang yang tercatat telah diambil dari Gunung Gede-Pangrango. Dalam
batas tertentu dan sepanjang hanya potongan-potongan kecil yang
dipetik, tekanan ini dapat dihadapi.
Sayangnya keserakahan serta
harapan-harapan yang salah telah mengorbankan banyak populasi, terutama
populasi yang terletak di jalan-jalan setapak. Penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa edelweis dapat diperbanyak dengan mudah
melalui pemotongan cabang-cabangnya. Oleh karena itu potongan-potongan
itu mungkin dapat dijual kepada pengunjung untuk mengurangi tekanan
terhadap populasi liar.
Tanaman Pakis Ekor Monyet
Tanaman ini terbilang langka,
sinonimnya cukup banyak yaitu pakis hanoman, pakis sun go kong, dll.
Nama yang banyak disandangnya tidak lain disebabkan karena penampilan
luar dari tanaman pakis ini sendiri. Tidak seperti tanaman lain yang
berdaun, tanaman ini justru berbulu/berambut seperti monyet.
Perawatan tanaman ini berdsarkan sumber sumber yang saya baca tidak sulit, yang sulit budi-dayanya menjadikan tanaman ini langka dan banyak diburu oleh para kolektor tanaman langka.
Perawatan tanaman ini berdsarkan sumber sumber yang saya baca tidak sulit, yang sulit budi-dayanya menjadikan tanaman ini langka dan banyak diburu oleh para kolektor tanaman langka.
29 Jenis Anggrek Spesies Dilindungi UU
Di Indonesia, 29 jenis anggrek spesies telah dilindungi Undang-undang sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa (3 jenis masuk dalam Appendix I dan 26 jenis masuk dalam Appendix II).Menurut Kris Heriyanto, jenis anggrek yang tidak dilindungi tapi masuk dalam Appendix CITES, seperti : Dendrobium lowii masuk appendix I, Phalaenopsis amabilis masuk Appendix II dan Bulbophyllum lobbii masuk dalam Appendix II.
Dendrobium lowii
Phalaenopsis amabilis
Bulbophyllum lobbii
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) adalah Konvensi Perdagangan Internasional Fauna dan Flora Liar Langka (kesepakatan berbagai negara). Tujuan CITES untuk memastikan bahwa fauna dan flora liar yang diperdagangkan secara Internasional tidak dieksploitasi secara berlebihan/tidak berkelanjutan.
Indonesia meratifikasi CITES berdasarkan keputusan Prsiden No. 43 Tahun 1978 dengan management Authority ; Ditjen Dep. Kehutanan dan Scientific Authority ; LIPI.
Ada lima hal pokok yang menjadi dasar dibentuknya konvensi, adalah:
1.Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap tumbuhan dan satwa liar.
2.Meningkatnya nilai sumber tumbuhan dan satwa liar bagi Adanya peran dari masyarakat dan negara dalam usaha perlindungan tumbuhan dan satwa liar.
3.Makin mendesaknya kebutuhan suatu kerja sama internasional untuk melindungi jenis-jenis tersebut dari eksploitasi lebih (over exploitation) melalui kontrol perdagangan internasional.
4.Untuk mencapai tujuan tersebut, maka jenis-jenis atas dasar kelangkaannya yang ditentukan oleh konferensi Para Pihak CITES digolongkon dalam 3 kelompok atau Appendix, yaitu Appendix I, II dan III.
Appendix I adalah perdagangan Internasional (yang bersifat komersil) seluruhnya dilarang kecuali dari hasil penangkaran.
Appendix II adalah perdagangan internasional diperbolehkan tetapi dikontrol melalui kuota.
Appendix III perdagangan internasional diperbolehkan tapi dikontrol dengan pengawasan oleh negara lain (secara umum pembatsan perdagangannya lebih ringan dibandingkan dengan appendix II).
Pandangan terhadap masalah anggrek:
a. Untuk melindungi anggrek alam (spesies), masyarakat, pemerintah lokal dan daerah terkait dimana anggrek tersebut tumbuh perlu mendapat informasi, penguatan kapasitas dan adanya dukungan kebijakan sehingga dapat menjaga agar tidak terjadi pengambilan anggrek berlebihan.
b. Perlu dibangun mekanisme benefit sharing bagi masyarakat, sebagai insentif dalam menjaga ekosistem dimana anggrek tersebut tumbuh.
c. Explorasi terhadap pengenalan jenis anggrek alam (spesies) masih sangat dibutuhkan.
d. Pentingnya penelitian dan pengembangan anggrek untuk menunjang budidaya dan penyediaan bibit.
e. Kebijakan dan penegakan hukum menyangkut perdagangan anggrek perlu dibereskan, sehingga upaya perdagangan tetap menjaga pelestarian dan pemanfaatan lestari anggrek.
5.Pemanfaatan Anggrek
Semua anggrek hasil perbanyakan spesies dan hasil persilangan dapat dimanfaatkan (khusus Appendix I CITES harus terdaftar di skretariat CITES). Hasil perbanyakan spesies jenis-jenis yang dilindungi dan atau Appendix I CITES, TIDAK DIBENARKAN untuk diekspor.
Para pecinta anggrek tidak hanya menikmati keindahan dan kecantikan anggrek, tapi mereka juga melakukan penyilangan. Penyilangan dilakukan berdasarkan indahnya, dan karakteristik yang mungkin bermanfaat dihilangkan, tegas Sjahrizal Siregar, pencinta anggrek dari Bandung.
Menurut Sjahrizal perbanyakan/penyilangan anggrek spesies diambil dari hutan, dan ini tidak melalui ijin dari aparat setempat. Maka bila kita mengikuti peraturan, para pencinta anggrek seharusnya sudah dikenakan sanksi, karena telah melanggar peraturan, lanjut Sjahrizal. Hasil penyilangan yang indah untuk dijadikan perdagangan internasional.
Janganlah jual anggrek yang langka ke luar, lantas beri dari yang baru. Tolong perlakuan secara eksitu diakreditasi, dan apa syarat-syarat hutan yang dilindungi untuk anggrek, pesan Sjahrizal di akhir acara.
Tumbuhan
Iklim dan jenis tanah di kawasan TNGP memberi pengaruh terhadap kondisi kehidupan tumbuhan di TNGP.
Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di pulau Jawa, and sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis flora. Bulan Desember – Maret merupakan bulan terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari. Tetapi antara Bulan Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun kering banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun kelembaban lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur udara semakin turun dan hutan sekitarnya sering ditutupi kabut, dan kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat ideal bagi tumbuhan pemanjat dan lumut.
Pada daerah yang lebih tinggi ketersedian dan kondisi udara semakin sedikit dan menipis, dan kelembaban makin rendah, serta ketersediaan nutrisi tanah juga sedikit. Hal ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan semakin rendah dan struktur hutan sudah tidak lengkap, tidak ada pohon tinggi. Ahli ekologi membuat klasifikasi ekosistem hutan di TNGP kedalam 3 tipe vegetasi berdasarkan ketinggian yaitu:
Montana Bawah / submontana
(1,000-1,500 m d.p.l.)
Montana (1,500-2,400 m d.p.l.)
Sub Alpin (2,400-3,019 m d.p.l)
Hutan Montane Bawah / submontana
Tipe vegetasi ini dapat ditemukan saat mulai memasuki kawasan TNGP. Terdapat jenis-jenis satwa dan tumbuhan pada hutan tipe ini, termasuk Owa Jawa dan si pohon raksasa Rasamala, yang merupakan jenis satwa dan tumbuhan yang habitatnya pada tipe hutan ini. Hal ini disebabkan karena tipe hutan ini mempunyai jenis vegetasi yang merupakan campuran antara vegetasi hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sehingga seringkali disebut sebagai ekosistem sub montana.
Kondisi tanah di hutan montana dataran rendah biasanya dalam, basah, dan kaya dengan bahan-bahan organik dan partikel tanah yang subur seperti tanah liat, karena itu, pohon-pohon di hutan montana tumbuh lebih besar dan tinggi. Pohon-pohon dominan di hutan montana adalah saninten, dan kayu pasang dari famili FAGACEA.
Hutan montana
Zona ini disebut juga ”Hutan Pegunungan Atas”, berada pada ketinggian 1500 – 2400 m dpl. Ekoton antara vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas biasanya sangat jelas. Ada suatu perbedaan jelas yaitu: pohon-pohon agak semakin jarang sehingga mudah melihat ke dalam hutan, karena pandangan kita tidak terhalang oleh vegetasi bawah. Pendaki yang berhenti untuk istirahat seringkali merasa lebih dingin. Kebanyakan tumbuhan yang tumbuh pada ketinggian ini merupakan jenis tumbuhan pegunungan sejati, hidup pada kondisi iklim sedang.
Tajuk pohon di hutan pegunungan biasanya memiliki ketinggian yang sama, yaitu 20 meter, percabangan pohon lebih pendek dari cabang pohon di hutan sub montana. Pohon besar dan sangat tinggi sangat jarang, karena perakaran. Daun-daun umumnya kecil. Herba yang umumnya ditemukan di lantai hutan termasuk jenis yang digunakan sebagai tanaman hias yaitu Begonia, Impatiens dan Lobelia.
Hutan Sub Alpin
Hutan di zona sub alpin hanya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan pohon-pohon kerdil, rapat dengan batang pohon yang kecil, dan lantai hutan dengan tumbuhan bawah yang jarang. Hanya ditemukan sedikit jenis vegetasi yang telah beradaptasi dengan lingkungan yang beriklim ekstrim, hal ini barangkali terkait dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan jenis tanah berbatu (litosol).
Jenis pohon yang dominan di hutan ini adalah cantigi (Vaccinium varingiaefolium), dari keluarga ERICACEAE, dan dapat dengan mudah dijumpai disepanjang jalan setapak menuju kawah. Mirip dengan famili jenis Cantigi yang asal Eropa yaitu bilberry, cantigi juga mempunyai buah berry yang bisa dimakan. Daun cantigi muda juga mempunyai warna menarik yaitu merah bersinar yang memperindah hutan pegunungan, seperti halnya pohon puspa. Warna daun muda yang merah kemungkinan merupakan upaya tumbuhan untuk melawan sinar ultraviolet yang sangat ektrim.
You can carefully look for a tiny white flower of Argostemma montanum in the forest floor of submontane forest.
Rasamala, an emergent of the forest
Impatiens javanesis
above: due to high humidity, many epiphytes growing on trees
left: a flower of Lobelia montana
left:
flowers of Javan Edelweiss can be seen mostly around the crater of Mt. Gede and Alun-alun Suryakencana.
right:
dwarf forms of subalpine trees
left:
flowers and edible berries of cantigi. Young leaves have sour taste and also edible.
Jenis-jenis Anggrek di Gunung Gede-Pangrango
Terdapat lebih dari 200 jenis anggrek di kawasan TNGP; beberapa diantara merupakan jenis anggrek berbunga besar dan sangat indah, namun kebanyakan anggrek di TNGP merupakan jenis anggrek tanah dan kecil serta sangat sulit ditemukan. Kebanyakan anggrek pegunungan hanya tumbuh pada lingkungan yang basah dan lembab.
Trichoglottis pusilla: merupakan anggrek dengan bunga bearoma wangi, hidup di dataran rendah hutan pegunungan. Jenis ini hanya tumbuh pada ketinggian antara 1500 – 1700 m dpl. Juga ditemukan di Sumatera.
Cymbidium lancifolium: termasuk anggrek yang anggota Genus ini tersebar di Asia; Jenis-jenis anggrek dari genus ini tersebar mulai dari Indonesia sampai Jepang, dan didalam kawasan TNGP hidup di hutan hujan pegunungan rendah.
Dendrobium hasseltii: Jenis anggrek yang habitatnya di ketinggian, dan nama anggrek ini ”hasseltii” merupakan nama peneliti yang menemukannnya di Gunung Pangrango.
Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di pulau Jawa, and sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis flora. Bulan Desember – Maret merupakan bulan terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari. Tetapi antara Bulan Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun kering banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun kelembaban lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur udara semakin turun dan hutan sekitarnya sering ditutupi kabut, dan kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat ideal bagi tumbuhan pemanjat dan lumut.
Pada daerah yang lebih tinggi ketersedian dan kondisi udara semakin sedikit dan menipis, dan kelembaban makin rendah, serta ketersediaan nutrisi tanah juga sedikit. Hal ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan semakin rendah dan struktur hutan sudah tidak lengkap, tidak ada pohon tinggi. Ahli ekologi membuat klasifikasi ekosistem hutan di TNGP kedalam 3 tipe vegetasi berdasarkan ketinggian yaitu:
Montana Bawah / submontana
(1,000-1,500 m d.p.l.)
Montana (1,500-2,400 m d.p.l.)
Sub Alpin (2,400-3,019 m d.p.l)
Hutan Montane Bawah / submontana
Tipe vegetasi ini dapat ditemukan saat mulai memasuki kawasan TNGP. Terdapat jenis-jenis satwa dan tumbuhan pada hutan tipe ini, termasuk Owa Jawa dan si pohon raksasa Rasamala, yang merupakan jenis satwa dan tumbuhan yang habitatnya pada tipe hutan ini. Hal ini disebabkan karena tipe hutan ini mempunyai jenis vegetasi yang merupakan campuran antara vegetasi hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sehingga seringkali disebut sebagai ekosistem sub montana.
Kondisi tanah di hutan montana dataran rendah biasanya dalam, basah, dan kaya dengan bahan-bahan organik dan partikel tanah yang subur seperti tanah liat, karena itu, pohon-pohon di hutan montana tumbuh lebih besar dan tinggi. Pohon-pohon dominan di hutan montana adalah saninten, dan kayu pasang dari famili FAGACEA.
Hutan montana
Zona ini disebut juga ”Hutan Pegunungan Atas”, berada pada ketinggian 1500 – 2400 m dpl. Ekoton antara vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas biasanya sangat jelas. Ada suatu perbedaan jelas yaitu: pohon-pohon agak semakin jarang sehingga mudah melihat ke dalam hutan, karena pandangan kita tidak terhalang oleh vegetasi bawah. Pendaki yang berhenti untuk istirahat seringkali merasa lebih dingin. Kebanyakan tumbuhan yang tumbuh pada ketinggian ini merupakan jenis tumbuhan pegunungan sejati, hidup pada kondisi iklim sedang.
Tajuk pohon di hutan pegunungan biasanya memiliki ketinggian yang sama, yaitu 20 meter, percabangan pohon lebih pendek dari cabang pohon di hutan sub montana. Pohon besar dan sangat tinggi sangat jarang, karena perakaran. Daun-daun umumnya kecil. Herba yang umumnya ditemukan di lantai hutan termasuk jenis yang digunakan sebagai tanaman hias yaitu Begonia, Impatiens dan Lobelia.
Hutan Sub Alpin
Hutan di zona sub alpin hanya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan pohon-pohon kerdil, rapat dengan batang pohon yang kecil, dan lantai hutan dengan tumbuhan bawah yang jarang. Hanya ditemukan sedikit jenis vegetasi yang telah beradaptasi dengan lingkungan yang beriklim ekstrim, hal ini barangkali terkait dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan jenis tanah berbatu (litosol).
Jenis pohon yang dominan di hutan ini adalah cantigi (Vaccinium varingiaefolium), dari keluarga ERICACEAE, dan dapat dengan mudah dijumpai disepanjang jalan setapak menuju kawah. Mirip dengan famili jenis Cantigi yang asal Eropa yaitu bilberry, cantigi juga mempunyai buah berry yang bisa dimakan. Daun cantigi muda juga mempunyai warna menarik yaitu merah bersinar yang memperindah hutan pegunungan, seperti halnya pohon puspa. Warna daun muda yang merah kemungkinan merupakan upaya tumbuhan untuk melawan sinar ultraviolet yang sangat ektrim.
You can carefully look for a tiny white flower of Argostemma montanum in the forest floor of submontane forest.
Rasamala, an emergent of the forest
Impatiens javanesis
above: due to high humidity, many epiphytes growing on trees
left: a flower of Lobelia montana
left:
flowers of Javan Edelweiss can be seen mostly around the crater of Mt. Gede and Alun-alun Suryakencana.
right:
dwarf forms of subalpine trees
left:
flowers and edible berries of cantigi. Young leaves have sour taste and also edible.
Jenis-jenis Anggrek di Gunung Gede-Pangrango
Terdapat lebih dari 200 jenis anggrek di kawasan TNGP; beberapa diantara merupakan jenis anggrek berbunga besar dan sangat indah, namun kebanyakan anggrek di TNGP merupakan jenis anggrek tanah dan kecil serta sangat sulit ditemukan. Kebanyakan anggrek pegunungan hanya tumbuh pada lingkungan yang basah dan lembab.
Trichoglottis pusilla: merupakan anggrek dengan bunga bearoma wangi, hidup di dataran rendah hutan pegunungan. Jenis ini hanya tumbuh pada ketinggian antara 1500 – 1700 m dpl. Juga ditemukan di Sumatera.
Cymbidium lancifolium: termasuk anggrek yang anggota Genus ini tersebar di Asia; Jenis-jenis anggrek dari genus ini tersebar mulai dari Indonesia sampai Jepang, dan didalam kawasan TNGP hidup di hutan hujan pegunungan rendah.
Dendrobium hasseltii: Jenis anggrek yang habitatnya di ketinggian, dan nama anggrek ini ”hasseltii” merupakan nama peneliti yang menemukannnya di Gunung Pangrango.
Indeks sementara - Provisional Index(Update terakhir - November 7, 2006 - Last update) | |
Beccariana Vol.1 Nomor 1, Mei 1999(belum siap - not yet available) | |
Beccariana Vol.1 Nomor 2, Sept. 1999(belum siap - not yet available) | |
Beccariana Vol.2 Nomor 1, Mei 2000 | |
3.0Mb / 7.8Mb |
|
Beccariana Vol.2 Nomor 2, Sept. 2000 | |
3.2Mb / 8.8Mb |
|
Beccariana Vol.3 Nomor 1, Mei 2001(belum siap - not yet available) | |
Beccariana Vol.3 Nomor 2, Sept. 2001 | |
4.6Mb / 12.3Mb |
|
Beccariana Vol.4 Nomor 1, Mei 2002 | |
5.1Mb / 13.0Mb |
|
Beccariana Vol.4 Nomor 2, Sept. 2002(belum siap - not yet available) | |
Beccariana Vol.5 Nomor 1, Mei 2003 | |
4.8Mb / 12.1Mb |
|
Beccariana Vol.5 Nomor 2, Sept. 2003 | |
6.7Mb / 16.9Mb |
|
Beccariana Vol.6 Nomor 1, Mei 2004 | |
(abstrak - abstracts) |
|
Beccariana Vol.6 Nomor 2, Sept 2004 | |
(abstrak - abstracts) |
|
Beccariana Vol.7 Nomor 1, Mei 2005 | |
(abstrak - abstracts) |
|
Beccariana Vol.7 Nomor 2, Sept 2005 | |
(abstrak b.s. - abstracts n.a.) |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar